Nilai-nilai Manajemen Syariah

22 Sep    Artikel

DALAM pandangan Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama dalam ajaran Islam. Rasulullah Saw. Bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani, ”Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat waktu, terarah, jelas dan tuntas). Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap, dan cara mendapatkannya yang transparan merupakan amal perbuatan yang dicintai oleh Allah Swt. Sebenarnya, manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, cepat, dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam.

Dalam konsep manajemen syariah yang dirumuskan oleh Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc. dan Hendri Tanjung, S.Si., MM. Dalam bukunya berjudul ”Manajemen Syariah dalam Praktik”, manajemen syariah adalah perilaku yang terkait dengan nilai-nilai keimanan dan ketauhidan. Setiap perilaku orang yang terlibat dalam sebuah kegiatan dilandasi dengan nilai tauhid, maka diharapkan perilakunya akan terkendali dan tidak terjadi perilaku KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) karena menyadari adanya pengawasan dari yang Mahatinggi, yaitu Allah Swt. yang akan mencatat setiap amal perbuatan yang baik maupun yang buruk. Hal ini berbeda dengan perilaku dalam manajemen konvensional yang sama sekali tidak terkait bahkan terlepas dari nilai-nilai tauhid. Orang-orang yang menerapkan manajemen konvensional tidak merasa adanya pengawasan yang melekat, kecuali semata-mata pengawasan dari pemimpin atau atasan. Setiap kegiatan dalam manajemen syariah, diupayakan menjadi amal saleh yang bernilai abadi.

Lebih dalam bukunya Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung mengelobarasi beberapa contoh manajemen yang dicontohkan oleh para Nabi. Nabi Adam misalnya, dengan persitiwa perselisihan yang terjadi pada putra-putranya sampai pada pembunuhan antara Habil dan Qabil karena ada pihak yang melanggar peraturan dalam memilih pasangan. Ini bentuk manajemen dimana diterapkan sebuah aturan-aturan, jika dilanggar maka akan menyebabkan sesuatu yang fatal.

Nabi Yusuf juga mencotohkan bagaimana ia seorang yang memiliki sifat hafidz dan alim. Dimana ia merupakan pemimpin yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, dan bukan semata-mata pada kekuasaan.

Nabi Nuh yang melakukan dakwah dengan manajemen yang baik dimana ia lakukan dengan cara halus, hikmah, jelas, dan argumentatif.

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail juga mencotohkan proses manajemen dimana perintah-perintah dari Allah yang sifatnya mutlak ia lakukan dengan proses-proses dialogis kepada pengikutnya supaya dijalankan dengan kesadaran. Dan terakhir manajemen yang dicontohkan Rasulullah dengan menempatkan orang pada posisi yang tepat (right man on the right place). Inilah beberapa contoh manajemen syariah yang dicontohkan para Nabi.

Manajemen dalam organisasi bisnis (perusahaan) merupakan suatu proses aktivitas penentuan dan pencapaian tujuan bisnis melalui pelaksanaan empat fungsi dasar, yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan sumber daya organisasi. Oleh karena itu, aplikasi manajemen organisasi perusahaan hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi. Oleh karena itu, aplikasi manajemen organisasi perusahaan hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi perusahaan yang bersangkutan.

Dalam konteks di atas, Islam menggariskan hakikat amal perbuatan manusia harus berorientasi pada pencapaian ridha Allah. Hal ini seperti dinyatakan oleh Imam Fudhail bin Iyadh, dalam menafsirkan surat Al-Muluk ayat 2 : “Dia yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu siapa yang paling baik amalnya. Dialah Maha Perkasa dan Maha Pengampun.” Ayat ini mensyaratkan dipenuhinya dua syarat sekaligus, yaitu niat yang ikhlas dan cara yang harus sesuai dengan syariat Islam. Bila perbuatan manusia memenuhi dua syarat itu sekaligus, maka amal itu tergolong baik (ahsanul amal), yaitu amal terbaik di sisi Allah SWT. Dengan demikian, keberadaan manajemen organisasi harus dipandang pula sebagai suatu sarana untuk memudahkan implementasi Islam dalam kegiatan organisasi tersebut.

Implementasi nilai-nilai Islam berwujud pada difungsikannya Islam sebagai kaidah berfikir dan kaidah amal (tolak ukur perbuatan) dalam seluruh kegiatan organisasi. Nilai-nilai Islam inilah sesungguhnya yang menjadi nilai-nilai utama organisasi. Dalam implementasi selanjutnya, nilai-nilai Islam ini akan menjadi payung strategis hingga taktis seluruh aktivitas organisasi sebagai kaidah berfikir, aqidah, dan syariah difungsikan sebagai asas atau landasan pola pikikr dan beraktivitas, sedangkan kaidah amal, syariah difungsikan sebagai tolak ukur kegiatan organisasi.

Tolak ukur syariah digunakan untuk membedakan aktivitas yang halal dan haram. Hanya kegiatan yang halal saja yang dilakukan oleh seorang Muslim. Sementara yang haram akan ditinggalkan semata-mata untuk menggapai keridhaan Allah SWT. Atas dasar nilai-nilai utama itu pula tolak ukur strategis bagi aktivitas perusahaan adalah syariah Islam itu sendiri. Aktivitas perusahaan apa pun bentuknya, pada hakikatnya adalah aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang akan selalu terikat dengan syariah. Oleh karena itu, syariah adalah aturan yang diturunkan Allah untuk manusia melalui lisan para Rasul-Nya. syariah tersebut harus menjadi pedoman dalam setiap aktivitas manusia, termasuk dalam aktivitas bisnis. Banyak sekali ayat al-Qur’an yang menegaskan hal tersebut.

“Kemudian kami jadikan bagi kamu syariah, maka ikutilah syariah itu, jangan ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui” (QS. al-Jatsiyah : 18).

“Maka demi Rabbmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman, hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan kemudian mereka tidak merasa keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. an-Nisa’ : 65)

“Apa saja yang dibawa dan diperintahkan oleh Rasul (berupa syariah, maka ambillah) dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah” (QS. al-Hasyar : 7)

Dengan demikian, orang yang mendambakan keselamatan hidup yang hakiki, akan senantiasa terikat dengan dengan aturan syariah tersebut. Oleh karena syariah mengikat setiap pelaku keuangan syariah, maka aktivitas perusahaan yang dilakukan tidak boleh lepas dari koridor syariah.

Konsep perdagangan yang dibicarakan al-Qur’an pada umumnya bersifat prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam perdagangan sepanjang masa, sesuai dengan karakter keabadian al-Qur’an. Dengan demikian al-Qur’an tidak menjelaskan konsep perdagangan secara rinci. Seandainya al-Qur’an berbicara secara rinci dan detail, ia akan sulit untuk menjawab berbagai persoalan perdagangan yang senantiasa berubah dan berkembang dalam menghadapi tantangan zaman.

Atas dasar uraian di atas maka perlu disimpulkan prinsip-prinsip manajemen lembaga keuangan syariah yang diajarkan al-Qur’an sebagai berikut:

  1. Setiap perdagangan harus didasari sikap saling ridha di antara dua pihak, sehingga para pihak tidak merasa dirugikan atau didzalimi.
  2. Penegakan prinsip keadilan, baik dalam takaran, timbangan, ukuran mata uang (kurs), dan pembagian keuntungan.
  3. Prinsip larangan riba.
  4. Kasih sayang, tolong menolong dan persaudaraan universal.
  5. Dalam kegiatan perdagangan tidak melakukan investasi pada usaha yang diharamkan seperti usaha yang merusak mental misalnya narkoba dan pronografi. Demikian pula komoditas perdagangan haruslah produk yang halal dan thayyib baik barang maupun jasa.
  6. Perdagangan harus terhindar dari praktik spekulasi , gharar, tadlis dan maysir.
  7. Perdagangan tidak boleh melalaikan diri dari beribadah (shalat dan zakat) dan mengingat Allah.
  8. Dalam kegiatan perdagangan baik hutang-piutang maupun bukan, hendaklah dilakukan pencatatan yang baik.

Wallahua’lam [Edo Segara]

Tinggalkan Balasan