Istilah spritual marketing memang kerap kali kita dengar dalam kegiatan pemasaran yang biasa diusung oleh lembaga keuangan syariah. Di samping istilah spiritual marketing, beberapa pihak sering juga menggunakan istilah sharia marketing. Arti dari keduanya hampir mempunyai kesamaan, yaitu satu model kegiatan pemasaran yang dilandasi oleh nilai-nilai spiritual atau nilai syariah. Dari sini, dapat difahami, nilai-nilai spiritual yang ada dalam sebuah ajaran agama, dapat dijadikan pedoman bagi pengikutnya dalam menjalankan aktivitas ekonominya.
Pada prinsipnya, spriritual marketing merupakan bagian dari etika marketing yang dapat memberikan panduan bagi marketer dalam menjalankan kegiatan pemasarannya sehingga sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh perusahaan. Tujuan dari kegiatan pemasaran diharapkan mengarah pada pemerolehan keuntungan yang besar bagi perusahaan. Oleh karena itu, secara internal, perusahaan sudah mempunyai rambu-rambu tersendiri dalam melaksanakan kegiatan pemasaran.
Sebagai seorang muslim, kita mempunyai panduan yang bersumber dari ajaran Islam, yang nantinya dapat dijadikan acuan dalam melakukan kegiatan ekonomi, termasuk di dalamnya kegiatan marketing. Beberapa nilai yang dapat dijadikan acuan dalam kegiatan pemasaran adalah:
Pertama, shiddiq. Maksud dari nilai shiddiq dalam kegiatan pemasaran dapat diwujudkan dengan pemberian informasi yang benar akan produk yang dipasarkan oleh marketer. Tidak ada informasi yang disembunyikan mengenai obyek yang dipasarkan. Tidak mengurangi dan tidak menambahi. Artinya, seseorang yang bekerja sebagai marketer dituntut untuk berkata dan bertidak secara benar. Menawarkan produknya ke pasar sesuai dengan kondisi riil obyek yang ditawarkan.
Kedua, amanah. Dapat difahami dari nilai amanah bagi pekerja marketing adalah sosok yang jujur dan dapat dipercaya. Bagi perusahaan, sosok pekerja yang amanah akan membawa keuntungan yang besar. Di samping, karena mereka tidak akan berbohong, perusahaan akan mendapat keuntungan dari image yang terbangun oleh customer akan ke-amanah-an dari marketer perusahaan tersebut. Sehingga banyak customer yang terpikat dengan sosok marketer yang amanah.
Ketiga, tabligh. Maksud dari nilai tabligh dalam hal ini dapat difahami, hendaknya seseorang yang bekerja di bagian marketing adalah sosok yang baik, yang dapat memberikan informasi produk yang ditawarkan kepada customer. Dari sisi ini, marketer adalah komunikator yang ulung, yang menjembatani antara pihak perusahaan dengan pihak customer. Masalahnya akan sangat krusial jika seorang marketer tidak dapat memberikan informasi yang diharapkan oleh customer. Bisa jadi, banyak customer yang lari ke produk perusahaan lain, gara-gara seorang marketer yang tidak dapat menjelaskan produknya ke customer.
Keempat, fathonah. Nilai ini sangat mendukung bagi perusahaan yang melakukan kegiatan pemasaran. Jika sebuah perusahaan tersebut mempunyai sumber daya insani (SDI) yang fathonah (cerdas) akan membantu perusahaan meraih profitabilitas yang maksimal. Perusahaan tidak akan dirugikan oleh marketer yang cerdas. Sebaliknya, marketer yang cerdas akan memberikan sentuhan nilai yang efektif dan efisien dalam melakukan kegiatan pemasaran.
Wallahu a’lam bis showab.
Oleh AM. Hasan Ali, MA : Penulis adalah Dosen Ekonomi Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pengkaji pada Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES).
Tinggalkan Balasan